Bank Dunia Proyeksikan RI Tumbuh Rata-Rata 4,8 Persen Hingga 2027

Nyaritakeun, JAKARTA - Menurut proyeksi yang dihasilkan oleh Bank Dunia (World Bank/WB), perekonomian Republik Indonesia diperkirakan akan bertumbuh secara rata-rata sebesar 4,8% sampai tahun 2027. Rinciannya mencakup prediksi pertumbuhan ekonomi menjadi 4,7% pada tahun 2025, meningkat menjadi 4,8% pada tahun 2026, dan naik lagi ke angka 5% pada tahun 2027.

"Pertumbuhan diperkirakan akan menyentuh angka rata-rata sebesar 4,8% sampai tahun 2027, namun ketidakstabilan dalam politik perdagangan bisa berdampak pada investasi serta pertumbuhan," ungkap Bank Dunia dalam dokumen Macro Poverty Outlook yang terlihat di Jakarta, Minggu (27/4/2025).

Bank Dunia menyatakan bahwa pertumbuhan di Indonesia masih kuat, dengan penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, namun pembentukan lapangan kerja untuk kelas menengah belum sejalan. Kebijakan ketidaktetapan baik secara global maupun dalam negeri telah mendorong aliran keluar dari portofolio investasi, sehingga memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah.

Untuk itu, perbaikan struktural guna meningkatkan laju produktivitas, bersama dengan pendekatan hati-hati dalam bidang fiskal dan moneter, adalah esensi utama dari kemajuan program pembangunan yang digagas oleh pemerintah.

Indonesia telah meraih predikat sebagai negara dengan pendapatan tengah-atas di tahun 2023 dan bertujuan untuk menjadi sebuah negeri dengan pendapatan tinggi menjelang perayaan kemerdekaannya yang ke-100 pada 2045. Untuk mewujudkan ambisi tersebut, diperlukan percepatan dalam pertumbuhan ekonominya sehingga minimal sebesar 6%. Dalam roadmap ini, pihak berwenang mengusung target sebanyak 8% pada tahun 2029 guna dicapainya visi jangka panjang tersebut melalui peningkatan nilai investasi.

Meskipun permintaan yang tinggi sudah membantu menjaga stabilitas ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan, agar pertumbuhannya cepat, diperlukan implementasi reformasi struktural demi meningkatkan kapabilitas tumbuh suatu negeri serta meredam berbagai risiko. “overheating” berlebihan.

Di dalam laporannya, Bank Dunia menyatakan bahwa ketidaktentuan terkait dengan kebijakan dagang internasional serta perlambatan harga bahan mentah dapat berdampak pada kondisi perdagangan di Indonesia dan tingkat keyakinan para pemodal.

Walaupun tantangan dalam menilai sepenuhnya efek dari kebijakan baru ini akibat kemungkinan adanya perubahan lebih lanjut, proyeksi pertumbuhan diperkirakan akan merosot hingga rata-rata 4,8% pada tahun 2025 sampai 2027. Rencana stimulus konsumsi dan reformasi guna memperkuat daya dukung ekonomi bisa jadi cukup untuk mensiasati pengaruh tersebut.

Formasi modal diproyeksikan naik secara berkelanjutan seiring realisasi investasi lewat Badan Pengelola Investasi Danantara. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih kuat, meskipun agak tertahan akibat keterbatasan lapangan kerja yang layak.

Permintaan yang terus-menerus ada, sementara tingkat kemiskinan, yang dinilai dengan menggunakan batas pendapatan negara berada di kategori menengah ke bawah (LMIC), diperkirakan akan merosot hingga mencapai angka 11,5% pada tahun 2027. Kesenjangan tersebut juga masih menjadi perhatian. output Yang menguntungkan akan mendorong laju inflasi, yang diproyeksikan untuk terus berada di dalam batas sasarannya Bank Indonesia.

Belanja diperkirakan akan menampung program-program unggulan baru tersebut, yang pada gilirannya memperlebar defisit fiskal hingga mencapai 2,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Pembelanjaan akan semakin berfokus pada aspek sosial, seperti peluncuran Program Makanan Sehat terbaru. Utang cenderung bertahan di kisaran 41% Produk Domestik Bruto (PDB), sementara suku bunga pinjaman yang naik menyebabkan pembayaran bungan meningkat hingga 19% dari seluruh penerimaan.

Dalam situasi perekonomian dunia yang terbatas dan adanya kebijakan perdagangan tertentu, defisit neraca pembayaran diperkirakan akan meningkat menjadi 1,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2027 dibandingkan dengan periode sebelum pandemic.

Investment asing langsung akan terus menjadi penyedia dana luar negeri utama, dengan mayoritasnya dialokasikan untuk memperkuat sektor manufaktur. Namun, pertumbuhannya bakal perlahan naik dari waktu ke waktu karena para pemain internasional mengejar lingkungan regulasi yang semakin kondusive dan stabil.

"Kemungkinan terhadap peluang cenderung berkurang. Kebijakan perdagangan yang tidak pasti, harga barang mentah yang melemah, serta kebijaanan dalam negeri yang tak menentu bisa menjadi hambatan untuk pertumbuhan," jelas Bank Dunia.

Posting Komentar

0 Komentar